Minggu, 13 Mei 2012

Kepercayaan Diri ( Self Confidence)

1.      Pengertian
Kepercayaan diri atau Self Confidence menurut  Neill (2005) dikutip oleh Leonni dan Hadi (2006) adalah sejauhmana individu punya keyakinan terhadap penilaiannya atas kemampuan dirinya dan sejauhmana individu bisa merasakan adanya kepantasan untuk berhasil. Kepercayaan diri atau Self confidence diartikan sebagai perilaku yang membuat individu memiliki pandangan positif dan realistis mengenai diri mereka sendiri dan situasi di sekelilingnya (WHO, 2003). Menurut Bandura (1977, dalam Hurlock, 1999)  self confident adalah suatu keyakinan seseorang untuk mampu berperilaku sesuai dengan harapan dan keinginannya.
Percaya diri didefinisikan juga sebagai sikap positif seorang individu yang memampukan dirinya untuk mengembangkan penilaian positif, baik terhadap diri sendiri maupun terhadap lingkungan/ situasi yang dihadapinya (Rini, 2002). Rasa percaya diri juga disebut sebagai harga diri atau gambaran diri (Santrock, 1999 ) merupakan dimensi evaluatif yang menyeluruh dari diri.
Dari definisi diatas dapat diambil kesimpulan bahwa Self Confidence atau kepercayaan diri adalah sikap positif seorang individu yang memampukan dirinya untuk mengembangkan penilaian positif terhadap diri sendiri dan terhadap lingkungan atau situasi yang dihadapinya. Kepercayaan diri adalah sebuah kondisi dimana individu merasa optimis dalam memandang dan menghadapi sesuatu dalam hidupnya.
2.      Perkembangan Kepercayaan Diri
Kepercayaan diri dipengaruhi dari tiap tahap  perkembangan psikososial individu. Erik Erikson yang di kutip oleh Towsend (2005) menjelaskan perkembangan psikososial mempunyai delapan tahap perkembangan ; masa bayi, kanak-kanak, pra sekolah, usia sekolah, remaja, dewasa muda, dewasa dan lanjut usia.
Pada usia remaja perkembangan psikososialnya adalah kemampuan untuk mencapai identitas meliputi peran, tujuan pribadi dan keunikan, ciri khas diri. Bila tidak dapat mencapai kemampuan tersebut individu akan mengalami bingung peran yang berdampak pada rapuhnya kepribadian, sehingga akan terjadi gangguan konsep diri yaitu harga diri rendah, idealis diri yang tidak realistis seperti yang terjadi pada ketidakberdayaan.


3.        Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Kepercayaan Diri
Banyak faktor yang mempengaruhi perkembangan kepercayaan diri. Kepercayaan diri sangat tergantung kepada konsep diri. Konsep diri berasal dan berkembang sejalan pertumbuhannya, terutama akibat dari hubungan individu dengan orang lain (Centi,1993). Yang dimaksud dengan orang lain menurut Calhoun dan Acocella (1990) adalah orang tua, kawan sebaya, dan masyarakat.
a.         Orang tua
Orang tua adalah kontak sosial yang paling awal yang dialami oleh seseorang dan yang paling kuat. Informasi yang diberikan orang tua kepada anaknya lebih dipercaya dari pada informasi yang diberikan oleh orang lain dan berlangsung hingga dewasa. Anak-anak tidak memiliki orang tua, disia-siakan oleh orang tua akan memperoleh kesukaran dalaam mendapatkan informasi tentang dirinya sehingga hal ini akan menjadi penyebab utama anak berkonsep diri negatif. Orang tua yang menciptakan kehidupan beragama, suasana yang hangat, saling menghargai, saling pengertian, saling terbuka, saling menjaga dan diwarnai kasih sayang dan rasa saling percaya akan memungkinkan anak untuk tumbuh dan berkembang secara seimbang dan membentuk konsep diri anak yang positif. Orang tua yang selalu mengekang, over protektif dan kaku akan memberikan dampak yang negatif terhadap perkembangan konsep diri remaja.

b.        Kawan sebaya
Kawan sebaya menempati posisi kedua setelah orang tua dalam mempengaruhi konsep diri. Peran yang diukur dalam kelompok sebaya sangat berpengaruh terhadap pandangan individu mengenai dirinya sendiri. Remaja akan berusaha untuk dapat menyesuaikan dan menyatu dengan kelompok agar mereka dapat diterima oleh kelompoknya. Meskipun standar yang ditetapkan oleh kelompok kadang-kadang tidak sesuai dengan pribadi remaja itu sendiri.  Jika anggota kelompok menunjukkan perilaku positif maka dapat diasumsikan perilaku tersebut akan mempengaruhi anggota lain.

c.         Masyarakat
Masyarakat sangat mementingkan fakta-fakta yang ada pada seorang anak, siapa bapaknya, ras dan lain-lain sehingga hal ini sangat berpengaruh terhadap konsep diri yang dimiliki oleh seorang individu. Sikap lingkungan yang membuat seseorang takut untuk mencoba, takut untuk berbuat salah , semua harus seperti yang sudah ditentukan. Karena ada rasa takut dimarahi, seseorang jadi malas untuk melakukan hal-hal yang berbeda dari orang kebanyakan, tetapi jika lingkungan memberikan kesempatan dan mendukung hal positif remaja sesuai tugas perkembangannya maka remaja akan mempunyai pandangan yang positif terhadap kemampuannya.
Perkembangan rasa percaya diri menurut Rini (2002) dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal yaitu :
a.     Faktor internal adalah pola pikir individu.
Setiap individu mengalami berbagai masalah kejadian, seperti bertemu orang baru dan lain sebagainya. Reaksi individu terhadap seseorang ataupun sebuah peristiwa amat berpengaruh cara berfikirnya. Individu yang rasa percaya dirinya lemah cenderung  memandang segala sesuatu dari sisi negatif, tetapi individu yang selalu dibekali dengan pandangan yang positif baik terhadap orang lain maupun dirinya akan mempunyai harga diri dan kepercayan diri yang tinggi.
b.    Faktor Eksternal adalah pola asuh dan interaksi di usia dini.
Pola asuh dan interaksi di usia dini merupakan faktor yang amat mendasar bagi pembentukan rasa percaya diri. Sikap orang tua akan diterima oleh anak sesuai dengan persepsinya pada saat itu. Orang tua yang menunjukkan perhatian, penerimaan, cinta dan kasih sayang serta kedekatan emosional yang tulus dengan anak akan membangkitkan rasa percaya diri pada anak tersebut. Anak akan merasa bahwa dirinya berharga dan bernilai di mata orang tuanya meskipun melakukan kesalahan. Berdasarkan sikap orang tua, anak tersebut melihat bahwa dirinya tetaplah dihargai dan dikasihi. Anak tersebut dikemudian hari akan tumbuh menjadi individu yang mampu menilai positif dirinya dan mempunyai harapan yang realistik terhadap diri seperti orang tuanya meletakkan harapan realistis terhadap dirinya.
Hurlocks (1999) menjelaskan bahwa perkembangan kepercayaan diri pada masa remaja dipengaruhi oleh :
a. Pola asuh yaitu pola asuh yang demokratis dimana anak diberikan kebebasan dan tanggung jawab untuk mengemukakan pendapatnya dan melakukan apa yang sudah menjadi tanggung jawabnya
b.  kematangan usia ;  remaja yang matang lebih awal, yang diperlakukan seperti orang yang hampir dewasa, mengembangkan konsep diri yang menyenangkan, sehingga dapat menyesuaikan diri dengan baik
c.  jenis kelamin terkait dengan peran yang akan dibawakan. Laki-laki cenderung merasa lebih percaya diri karena sejak awal masa kanak-kanak sudah disadarkan bahwa peran pria memberi martabat yang lebih terhormat daripada peran wanita, sebaliknya  perempuan dianggap lemah dan banyak peraturan yang harus dipatuhi
d.  penampilan fisik sangat mempengaruhi pada rasa percaya diri, daya tarik fisik yang dimiliki sangat mempengaruhi dalam pembuatan penilaian tentang ciri kepribadian seorang remaja,
e.  Hubungan keluarga; remaja yang mempunyai hubungan yang erat dengan seorang anggota keluarga akan mengidentifikasi diri dengan orang ini dan ingin mengembangkan pola kepribadian yang sama. Apabila dalam keluarga diciptakan hubungan yang erat satu sama lain, harmonis, saling menghargai satu sama lain dan memberikan contoh yang baik akan memberikan pandangan yang positif pada remaja dalam membentuk identitas diri.
f.  Teman sebaya; Teman sebaya mempengaruhi pola kepribadian remaja dalam dua cara ; pertama, konsep diri remaja merupakan cerminan dari anggapan tentang konsep teman-teman tentang dirinya, dan kedua, ia berada dalam tekanan untuk mengembangkan ciri-ciri kepribadian yang diakui oleh kelompok.
Dari paparan tentang berbagai hal yang mempengaruhi pengembangan kepercayaan diri diatas dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya kepercayaan diri merupakan salah satu ciri sifat kepribadian bukan sifat bawaan atau genetik. Tetapi merupakan sesuatu yang terbentuk dari interaksi dirinya dengan orang lain terutama keluarga sebagai orang terdekat, setelah itu kelompok sebaya dan masyarakat dimana remaja tinggal. Selain itu usia, jenis kelamin, penampilan fisik serta frekuensi meraih prestasi merupakan faktor yan mempengaruhi percaya diri.

4.       Karakteristik Individu Yang Percaya Diri
Ciri orang yang percaya diri menurut Waterman (1980) yaitu orang yang memiliki kemampuan bekerja yang efektif, bertanggungjawab serta terancana matang dalam mengerjakan tugas dan tujuan masa depan. Tidak terlalu berbeda dari gambaran diatas  Lauster ( 1978 ) menyebutkan ciri dari orang yang percaya diri adalah perasaan atau sikap tidak mementingkan diri sendiri, cukup toleransi, tidak memerlukan pengakuan orang lain, selalu optimis dan tidak ragu-ragu dalam mengambil keputusan. Gilmer (1978) menambahkan bahwa orang yang mempunyai, rasa percaya diri biasanya memiliki sikap berani menghadapi setiap tantangan dan terbuka  terhadap pengalaman - pengalaman baru, berkat keyakinannya atas kemampuannya sendiri tersebut.
Beberapa ciri atau karakteristik individu yang mempunyai rasa percaya diri yang proporsional menurut (Rini, 2002) diantaranya adalah:
a.   Percaya akan kompetensi/ kemampuan diri hingga tidak membutuhkan pujian, pengakuan, penerimaan ataupun penghormatan orang lain
b.     Tidak terdorong untuk menunjukkan sikap konformis (mengorbankan hal-hal yang prinsip) demi diterima oleh orang lain atau kelompok.
c.   Berani menerima dan menghadapi penolakan orang lain (tidak jatuh mental), berani menjadi diri sendiri.
d.       Punya pengendalian diri yang baik dan emosinya stabil.
e.     Memandang keberhasilan atau kegagalan dari usaha sendiri, tidak mudah menyerah pada nasib atau keadaan serta tidak tergantung atau mengharapkan bantuan orang lain.
f.        Mempunyai cara pandang yang positif terhadap diri sendiri, orang lain dan situasi diluar dirinya
g.   Memiliki harapan yang realistis terhadap diri sendiri sehingga ketika harapan itu tidak terwujud, seseorang tetap mampu melihat sisi positif dirinya dan situssi yang terjadi.
Sebaliknya disebutkan ciri atau karakteristik individu yang kurang percaya diri, diantaranya adalah:
a.       Berusaha menunjukkan sikap konformis, semata-mata demi mendapatkan pengakuan dan penerimaan kelompok
b.       Menyimpan rasa takut/ kekhawatiran terhadap penolakan
c.  Sulit menerima realita diri (terlebih menerima kekurangan diri) dan memandang rendah kemampuan diri sendiri – namun di lain pihak memasang harapan yang tidak realistik terhadap diri sendiri
d.        Pesimis, mudah menilai segala sesuatu dari sisi negatif
e.  Takut gagal, sehingga menghindari segala resiko dan tidak berani memasang target untuk berhasil
f.       Cenderung menolak pujian yang ditujukan secara tulus (karena undervalue diri sendiri)
g.   Selalu menempatkan/ memposisikan diri sebagai yang terakhir, karena menilai dirinya tidak mampu.
h.       Mempunyai external locus of control (mudah menyerah pada nasib, sangat tergantung pada keadaan dan pengakuan/ penerimaan serta bantuan orang lain)

5.   Meningkatkan Rasa Percaya Diri
Pada remaja, sasaran akhir asuhan keperawataan adalah pertumbuhan dan perkembangan yang adaptif. Mc Murray (2003) menjelaskan bahwa tujuan pembinaan remaja adalah sehat fisik, matangnya mental/ emosional, gaya hidup yang sehat dan minimalnya perilaku beresiko. Dikatakan lebih lanjut salah satu strategi yang penting dalam meningkatkan kesehatan remaja dalam masa perkembangan adalah dengan meningkatkan ketrampilan personal melalui  pendidikan psikologi tentang kepercayaan diri yaitu keyakinan diri tentang kemampuan diri sendiri.
Santrock (1999) menyebutkan ada empat cara meningkatkan rasa percaya diri remaja yaitu :
a. Mengidentifikasi penyebab kurang percaya diri dan identifikasi domain-domain kompetensi diri yang penting. Remaja memiliki tingkat rasa percaya yang tinggi ketika mereka berhasil di dalam domain-domain kompetensi yang penting, maka dari itu remaja harus didukung untuk mengidentifikasi dan menghargai kompetensi-kompetensi mereka.
b.    Memberi dukungan emosional dan penerimaan sosial.
Dukungan emosional dan persetujuan sosial dalam bentuk konfirmasi dari orang lain merupakan pengaruh bagi rasa percaya diri remaja, seperti orang tua, guru, teman sebaya, dan keluarga.
c.     Prestasi
Dengan membuat prestasi melalui tugas-tugas yang telah diberikan secara berulang-ulang
d.    Mengatasi masalah.
Menghadapi masalah dan selalu berusaha untuk mengatasinya. Perilaku ini menghasilkan suatu evaluasi diri yang menyenangkan yang dapat mendorong terjadinya persetujuan terhadap dirinya sendiri yang bisa meningkatkan rasa percaya diri.
Rini (2002) menjelaskan untuk menumbuhkan rasa percaya diri yang proporsional maka individu harus memulainya dari dalam diri sendiri dengan langkah-langkah sebagai berikut :
a.    Evaluasi diri secara objektif
Belajar menilai diri secara obyektif dan jujur. Susunlah daftar “kekayaan” pribadi, seperti prestasi yang pernah diraih, sifat-sifat positif, potensi diri baik yang sudah diaktualisasikan maupun yang belum, keahlian yang dimiliki, serta kesempatan atau pun sarana yang mendukung kemajuan diri.  Sadari semua asset-asset berharga dari diri dan temukan asset yang belum dikembangkan.
b.    Beri penghargaan yang jujur terhadap diri
Menyadari dan menghargai hal sekecil apapun keberhasilan dan potensi yang di miliki. Semua itu didapat melalui proses belajar, berevolusi dan transformasi diri sejak dahulu hingga kini
c.     Berpikir positif
Memerangi setiap asumsi, prasangka atau persepsi negatif yang muncul dalam pikiran. Tidak membiarkan pikiran negatif berlarut-larut karena tanpa sadar pikiran itu akan berkembang dan mempengaruhi rasa percaya diri.
d.    Menggunakan penguatan diri
Menggunakan self- affirmation yaitu kata-kata yang dapt membangkitkan rasa percaya diri seperti “  Saya pasti bisa”, “Saya adalah penentu hidup saya sendiri”, yang dihadapi.
e.     Berani mengambil resiko
Tidak perlu menghindari setiap resiko, melainkan lebih menggunakan strategi-strategi untuk menghindari, mencegah ataupun mengatasi resiko.
f.     Menetapkan tujuan realistis
Tujuan-tujuan yang realistis memudahkan individu untuk mencapainya, karena sudah sesuai dengan kemampuan dirinya.
g.    Belajar mensyukuri dan menikmati rahmat Tuhan
Belajar mensyukuri setiap apapun kita alami dan percaya bahwa Tuhan pasti menginginkan yang terbaik untuk hidup anda.
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa untuk meningkatkan rasa percaya diri remaja, dapat melalui pendekatan edukasi dengan melatih bagaimana menghargai diri dan kompetensi diri sendiri, berfikir positif dan objektif, menetapkan tujuan dan penguatan diri serta mensyukuri setiap keadaan yang diberikan oleh Tuhan. Dengan demikian diharapkan dapat tercapai pertumbuhan dan perkembangan remaja yang optimal, terutama rasa percaya diri remaja.

6.            Hubungan Kepercayaan Diri Dengan Kesehatan Mental
Setiap individu mempunyai kepercayaan, sikap, perasaan dan cita-cita akan dirinya yang semuanya merupakan konsep diri.  Ada yang realistis atau justru tidak realistis. Sejauh mana individu dapat memiliki kepercayaan, sikap, perasaan dan cita-citanya akan berpengaruh terhadap perkembangan kepribadiannya, terutama kesehatan mentalnya. Kepercayaan, sikap, perasaan dan cita-cita individu akan dirinya secara tepat dan realistis memungkinkan untuk memiliki kepribadian yang sehat. Namun sebaliknya jika tidak tepat dan tidak realistis kemungkinan akan menimbulkan pribadi yang bermasalah.
Sudrajat (2008) menguraikan hubungan kepercayan diri, sikap dan cita-cita individu dengan kesehatan mental sepertti dibawah ini :
a. Kepercayaan diri yang berlebihan (over confidence) akan menyebabkan seseorang dapat bertindak kurang memperhatikan lingkungan dan cenderung menghancurkan norma dan etika standar yang berlaku, serta memandang sepele orang lain. Selain itu , individu yang memiliki over confidence sering memiliki sikap dan pemikiran yang over estimate terhadap sesuatu. Kepercayaan diri yang kurang dapat menyebabkan seseeorang cenderung bertindak ragu-ragu, rasa rendah diri dan tidak memiliki keberanian. Kepercayaan diri yang berlebihan maupun yang kurang dapat menimbulkan kerugian tidak hanya bagi dirinya namun juga bagi lingkungan sosialnya.
b.  Sikap akan diwujudkan dalam bentuk penerimaan atau penolakan akan dirinya, sedangkan perasaan dinyatakan dalam bentuk rasa senang atau tidak senang akan keadaan dirinya. Sikap terhadap dirinya berkaitan erat dengan pembentukan harga diri (penilaian diri) , yang menurut Maslow merupakan salah satu jenis kebutuhan manusia yang amat penting . Sikap dan mencintai diri yang berlebihan merupakan gejala ketidaksehatan mental, biasa disebut narcisisme dan jika orang membenci dirinya secara berlebihan dapat menimbulkan masocisme.
c.  Demikian pula dengan cita-cita yang tidak realistis dan berlebihan, serta sangat sulit untuk dicapai mungkin hanya akan berakhir dengan kegagalan yang pada akhirnya dapat menimbulkan frustasi, yang diwujudkan dalam bentuk perilaku mal adaptif. Sebaliknya, orang yang kurang memiliki cita-cita tidak akan mendorong kearah kemajuan.
Dapat disimpulkan bahwa kepercayaan, sikap, perasaan dan cita-cita individu akan dirinya secara tepat dan realistis memungkinkan untuk memiliki kepribadian yang sehat. Namun sebaliknya jika tidak tepat dan tidak realistis kemungkinan akan menimbulkan pribadi yang bermasalah.
Mc Murray (2003) menjelaskan bahwa tujuan pembinaan remaja adalah sehat fisik, matangnya mental/ emosional, gaya hidup yang sehat dan minimalnya perilaku beresiko. Pada remaja sasaran akhir asuhan keperawataan adalah pertumbuhan dan perkembangan yang adaptif, dengan demikian diharapkan dapat tercapai pertumbuhan dan perkembangan remaja yang optimal, terutama rasa percaya diri remaja.
Rasa percaya diri (self confidence) adalah perilaku membuat individu memiliki pandangan positif dan realistis mengenai diri mereka sendiri dan situasi yang ada di sekelilingnya, yakin dengan kemampuan mereka, memiliki kontrol yang baik dalam kehidupannya (WHO, 2006). Kepercayaan diri adalah sejauhmana individu punya keyakinan terhadap penilaian individu atas kemampuaannya dan sejauhmana individu bisa merasakan adanya kepantasan untuk berhasil. Kepercayaan diri merupakan kombinasi dari self esteem dan Self effifaci (Putri RL,2007 dikutip dari Neill, 2005). Kepercayaan diri ini berpengaruh terhadap tugas perkembangan remaja dalam membentuk identitas diri. Kegagalan pada tahap ini akan menyebabkan bingung peran dan tugas perkembangan pada tahap selanjutnya. Rasa percaya diri ini belum ada waktu lahir tetapi merupakan hasil interaksi dengan orang lain terutama orang terdekat.



Melatih Konsentrasi Anak


 By Muhammad Baitul Alim 

Konsentrasi belajar anak adalah bagaimana anak fokus dalam mengerjakan atau melakukan sesuatu, hingga pekerjaan itu dikerjakan dalam waktu tertentu. Pada beberapa anak bisa mengalami kesulitan, kesusahan dan gangguan dalam hal konsentrasi dan atensi yang ia berikan. Banyak pula orangtua yang juga mengeluh dan bingung dalam meningkatkan dan mengatasi anak yang sulit berkonsentrasi.
Sulit berkonsentrasi, terlebih dahulu harus dilihat apa penyebab anak sulit berkonsentrasi? Banyak para orangtua yang bingung dan kawatir dengan keterangan sekolah dan pihak pengajar mengenai anak yang termasuk hiperaktif dan sulit dalam berkonsentrasi.
Pertanyaan yang harus bisa dijawab terlebih dahulu adalah apakah penyebab anak mengalami gangguan dalam konsentrasi? Bentuk pengajarannya yang tidak menarik dan membosankan ataukah anak memang mengalami kesulitan dalam berkonsentrasi.
Gangguan Konsentrasi tergolong ke dalam salah satu jenis gangguan ADHD, singkatan dari Attention Deficit Hyperactivity Disorder atau dalam bahasa Indonesia Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas (GPPH), suatu kondisi yang juga dikenal sebagai Attention Deficit Disorder (sulit memusatkan perhatian).
Gangguan Pemusatan Perhatian (Attention Deficit Disorder / ADD) adalah suatu pemusatan perhatian yang buruk (singkat) dan sifat impulsif (mengikuti kata hati) yang tidak sesuai dengan usia anak. ADD merupakan suatu masalah dalam pemusatan perhatian, konsentrasi dan ketekunan menjalankan tugas. Anak juga mungkin bersifat impulsif dan hiperaktif.
Contoh bentuk dari masalah ini adalah sering melakukan kesalahan sembrono, tidak mendengarkan dengan baik, tidak mengikuti instruksi, mudah teralihkan, dan mudah lupa dengan aktifitas sehari hari. Dan hal ini terjadi ada pada lebih dari satu situasi misalnya di rumah, sekolah, klinik dan lain lain.
Ibu Nani (nama samaran) mengatakan: “Anakku sebelum menginjak umur 8 tahun punya masalah dengan konsentrasinya tetapi semakin besar aku perhatikan perkembangannya di sekolah maupun lingkungan menjadi suka berpikiran kosong. Itu saya temuin ketika dia les matematika yang mana sering bengong dan tidak membuat jawaban sehingga harus ditegur dan ditegur lagi untuk mengingatkan dia dalam bertugas. Kalau di tempat les bolanya pun dia sering bengong pula. Kira kira solusi apa yang pantas buat anak saya agar dia dapat lebih konsentrasi di sekolahnya. Karena kalau secara omongan kayaknya sudah capek saya memberitahu dia.”
Ada beberapa hal yg bisa Ibu Nani lakukan dalam menangani masalah konsentrasi anak. Berikut adalah beberapa hal yang bisa dilakukan dalam mengatasi anak sulit berkonsentrasi :
1. Membuat rules. Jadi, Ibu Nani dan Anak bisa duduk bersama untuk membuat rules yang akan disepakati bersama saat belajar. Misalnya :
a. Sit down properly
b. Look at the teacher (siapa pun gurunya)
b. Listen to the teacher
d. Do your work fast
e. etc (Ibu bisa tambahkan sesuai kondisi anak)
Kemudian tulis rules tersebut, dan tempel di tempat belajarnya di bagian yg mudah terlihat. Dengan demikian, diharapkan nantinya Ibu Nani tidak lagi selalu berteriak untuk mengingatkan, karena rules tersebut diharapkan bisa menjadi “sign” bagi anak tentang perilaku yang harus ditampilkan saat ia belajar. Diharapkan pula, anak bisa menggeneralisasi rules tersebut di sekolah.
2. Membuat “sign” dengan waktu, sehingga anak sadar bahwa dalam mengerjakan tugas ada time limit-nya. Misalnya : dengan menggunakan timer atau stop watch. Bila ia sudah memahami konsep jam, Ibu Nani bisa meletakkan jam weker di dekatnya, dan mengatakan : “Adek punya waktu 30 menit untuk mengerjakan tugas. Sekarang jam 8, jadi jam 8.30 Adek harus sudah bisa menyelesaikan semua tugas itu.”
3. Saat belajar di rumah, Ibu Nani harus membuat simulasi seperti layaknya belajar di sekolah. Jadi, usahakan setting tempat belajarnya juga seperti di kelas (ada papan tulis dan Ibu Nani bisa menuliskan soal soal atau materi belajar dan meminta adek mencatatnya, dan lain lain). Saat mengajarkan juga usahakan seperti guru nya di sekolah (Ibu Nani berjalan-jalan saat menyampaikan materi sehingga kita bisa melihat apakah anak memperhatikan atau tidak), jadi tidak selalu duduk di samping anak.
4. Memecah waktu belajarnya menjadi beberapa kali. Misalnya, waktu belajar yang satu jam, kita pecah menjadi tiga kali dalam satu jam (per 20 menit) dan diselingi dengan istirahat selama lima menit. Bila anak sudah konsisten dengan waktu 20 menit, maka bisa kita tambah waktu belajarnya menjadi 30 menit, dan seterusnya. (Maesyaroh, Fajriati : Psikologi Bunga Matahari)
Perlu di perhatikan, semuanya akan membutuhkan usaha maksimal, konsistensi, kesabaran dan do’a dari kita. Proses ini akan sangat panjang dan lama. Untuk melatih konsentrasi anak bisa dilakukan cara mudah berikut ini:
1.Menjumput (menggunakan jempol dan telunjuk) butiran beras atau kacang merah sambil menghitung jumlahnya, selain melatih konsentrasi juga melatih motorik halus anak….
2. Memindahkan air dari mangkuk/baskom kedalam botol dgn menggunakan tutup botol tsb. dilakukan dgn tangan kanan dan kiri secara bergantian.
3. Bermain Puzzle juga diyakini dapat meningkatkan konsentrasi dan memori anak.Kotak susu bekas dapat dibuat menjadi puzzle sederhana.
4.Menyusun balok bisa juga dilakukan. Menyusun balok secara horisontal keatas maupun vertikal dalam bentuk barisan.
5. Berenang, terutama dengan gaya bebas juga merupakan olahraga yg baik untuk anak, karena berenang bisa menstimulasi indera2 sensoris, melatih konsentrasi, juga menstimulasi otak kanan dan kiri (pada gerakan gaya bebas).
Semua kegiatan diatas dapat di barengi dengan sebuah pemberian hadiah, pujian atau pemberian yang ia suka agar ada timbal balik dan motivasi dari apa yang telah ia lakukan. Kegiatan diatas juga bisa digunakan dalam bentuk permainan bagi anak. Sebelumnya dilihat dulu mana mana dari poin diatas yang bisa di lakukan oleh anak.